Resume
A. Definisi Kekurangan Vitamin A (KVA)
Kekurangan Vitamin A (KVA)
adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A
yang memadai. Hal
ini dapat menyebabkan rabun senja, xeroftalmia dan jikakekurangan berlangsung parah dan berkepanjangan akanmengakibatkan keratomalasia (Arisman. 2002).
Sedangkan
menurut Arisman tahun 2002, Kurang
Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh
dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran
kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan
merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat
pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai
akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.
B.
Penyebab Masalah KVA
Arisman
(2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A
pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A
dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi
mata. Vitamin A diperlukan
retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan
epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang terkait
dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber vitamin
A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih
awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak
yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi
selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan
dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Kelompok
umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi
usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun). Sedangkan
yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir
rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak
diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI
yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis
merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC,
pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di
dareah dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat
kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang
kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.
Terjadinya
kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang
kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan kalori protein (KKP). Makanan
yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan
hubungannya antara hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya
kekurangan vitamin A.
Kekurangan
vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A dalam
jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang peran vitamin
A dan kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang difortifikasi bukan
hal yang mudah bagi penduduk yang miskin. Karena, harga pangan yang
difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi.
Pembedahan
pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek kekurangan vitamin A.
Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
kekurangan vitamin A , karena ASI merupakan sumber vitamin A yang baik.
Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi
Protein (KEP), penyakit hati, gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu (Desi dan Dwi 2009).
Penyebab lain
KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan buah-buahan berwarna serta
kurang makanan lain sumber vitamin A seperti : daun singkong, bayam, tomat,
kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya, kecipir, daun sawi hijau,
buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk, jambu biji, telur ikan dan hati.
Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Depkes RI,
2005).
C.
Prevalensi dan Indikator terjadinya KVA
1.
Prevalensi terjadinya KVA
Angka
prevalensi kejadian kurang vitamin A Pratiwi (2013), di beberapa daerah di
Indonesia menurut beberapa survey adalah sebagai berikut :
a.
Survei nasional pada xeroftalmia I tahun 1978
menunjukkan angka-angka xeroftalmia di Indonesia sebesar 1,34% atau sekitar
tiga kali lipat lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan oleh WHO (X16
< 0,5%).
b.
Pada tahun 1992 survei nasional pada xeroftalmia
II dilaksanakan, prevalensi KVA mampu diturunkan secara berarti dari 1,34%
menjadi 0,33%. Namun secara subklinis, prevalensi KVA terutama pada kadar serum
retinol dalam darah (< 20 mcg/100 ml) pada balita sebesar 50%, ini
menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya
xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang
penyakit infeksi. Akibatnya menjadi sangat tergantung dengan kapsul vitamin A
dosis tinggi.
c.
Menurut hasil survey pemantauan status gizi dan
kesehatan tahun 1998-2002, yang menunjukkan bahwa sampai tahun 2002, sekitar 10
juta (50%) anak Indonesia terancam kekurangan vitamin A, karena tidak
mengkonsumsi makanan mengandung vitamin A secara cukup.
d.
Defisiensi vitamin A diperkira-kan mempengaruhi
jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara
berkembang menjadi buta setiap tahun karena kekurangan vitamin A, dengan
prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan tingginya prevalensi
kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk
suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi termasuk
asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan makanan, fortifikasi
makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-mitranya, yang diperkirakan
1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin A telah
dihindari.
e.
Sementara itu pada Mei 2003 berdasarkan data WHO
ditemukan bahwa hingga kini masih ditemukan 3 propinsi yang paling banyak
kekurangan vitamin A yaitu : Propinsi Sulawesi Selatan tingkat prevalensi
hingga 2,9%, propinsi Maluku 0,8% dan Sulawesi Utara sebesar 0,6%.
2.
Indikator terjadinya KVA
Penyebab utama dari KVA di Negara berkembang adalah rendahnya
asupan vitamin A dan rendahnya bioavaibilitas dan vitamin A yang dikonsumsi
(sayur-sayuran dan buah-buahan). Factor yang turut berpengaruh adalah
meningkatnya kebutuhan akan vitamin A pada kelompok umur tertentu (masa balita,
ibu hamil dan menyusui) serta terjadinya infeksi (Pratiwi* 2013).
D.
Cut off point
masalah KVA, host (populasi rentan), agent (determinan)
Terdapat variasi cut-off point yang
lebar yang setara dengan serum retinol <20 μg/dL. Studi di Indonesia19 pada
anak umur 3-6 tahun dengan cut-off point <0,69 μmol/L (Se=75, Sp=63),
sedangkan studi di Kepulauan Marshall20 pada anak umur 1-5 tahun dengan cut-off
point <0,77 μmol/L (Se=96, Sp=88). Penelitian pada ibu hamil di Malawi21
mendapatkan cut-off point 1,00 μmol/L (Se=88, Sp=95) dan penelitian di
Indonesia22 pada ibu menyusui mendapatkan cut-off point <1,29 μmol/L
(Se=72, Sp=70). Penelitian di Kenya23 pada wanita umur 16-45 tahun menunjukkan
koefiesien korelasi yang tinggi (r = 0,88) dengan cut-off point <0,77
μmol/L (Se=91, Sp=94).
Walaupun dengan nilai cut-off point dengan
sebaran berbeda tetapi dengan nilai Se dan Sp yang cukup tinggi menunjukkan
hubungan yang erat antara serum retinol dan RBP. Perbedaan cut-off point tersebut
karena perbedaan tingkat kejenuhan (saturasi) RBP. Ada dua jenis RBP yaitu
holo-RBP dan apo-RBP. Holo-RBP adalah RBP yang mengikat retinol sedangkan
apo-RBP adalah RBP yang tidak sedang mengikat retinol. Semakin tinggi holo-RBP
semakin tinggi tingkat kejenuhan RBP.9 Tingkat kejenuhan RBP ini bervariasi di
setiap masyarakat sehingga cut-off point dari beberapa penelitian
tersebut juga berbeda (Zulkifli and
Kes 2007).
1. Host pada KVA antara lain:
a. Kelompok umur yang terutama mudah mengalami
kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak
balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).
b. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5
kg).
c. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan
tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun.
d. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik
kualitas maupun kuantitas.
e. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM)
dalam KMS.
f. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak,
diare, Tuberkulosis (TBC), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia
dan kecacingan.
g. Frekuensi kunjungan ke posyandu,
puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan
imunisasi). Defisiensi vitamin A primer disebabkan oleh kekurangan vitamin
tersebut, sedangkan defisiensi sekunder karena absorpsi dan utilisasinya yang
terhambat (Zulkifli and
Kes 2007).
Agent disebabkan oleh unsur
nutrisi dimana bahan makanan atau asupan yang tidak memenuhi standar gizi yang
ditentukan (Zulkifli and Kes 2007).
E.
Pencegahan dan Penanggulangan KVA
Vitamin A
adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan
untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit
misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009).
Pada ibu
hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara kesehatan ibu
selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui, suatu kondisi
yang kerap terjadi karena kurang vitamin A (KVA). Berhubungan erat pada
kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya
resiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu
hingga dua tahun setelah melahirkan (Depkes RI, 2009).
Semua
anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan tinggal
di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam tubuhnya
(hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di Negara
berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada
vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI
mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI
akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan anak-anak
yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai studi
yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang
berbeda-beda.
Anak-anak
usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah melahirkan,
menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut
dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan
menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada masa
tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan
produksi ASI.
Upaya
meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun disadari bahwa
penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan
konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi.
a.
Bayi umur
6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI (warna
biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan
Agustus.
b.
Anak
balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000 SI
(warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus.
c.
Ibu nifas,
paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin A dosis
200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin A yang
cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009).
d.
Wanita
hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan sebagai
bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant morbidity
dan mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan publik yang
berat yang berkaitan dengan kekurangan vitamin A, maka
suplementasi vitamin A direkomendasikan untuk mencegah rabun senja.
Secara khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A
setiap harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi
dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga melahirkan. Hal ini
perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka
yang prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5%
pada anak – anak yang berusia 24–59 bulan(Depkes RI, 2009).
e.
Ibu nifas: suplementasi
vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas pada ibu dan bayi (Depkes RI,
2009).
Kekurangan
makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang menjadi kurus
juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A. penyakit usus
yang menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu. Untuk
melakukan pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter akan
memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk
mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan sayur-sayuran yang
berwarna ( Maryam, 2010 ).
Program
nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk mencegah
kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indon esia.
Tujuan Program ini adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua
anak di seluruh wilayah Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari
dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara gratis kepada semua anak
yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul
tersebut cukup untuk membantu melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa
penyakit yang pada gilirannya akan membantu menyelamatkan penglihatan dan
kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian
vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai dua minggu.
Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin A
200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka
diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan
proteinkalori mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan
perbaikan gizi ( Maryam,
2010 ).
Daftar Pustaka
Arisman.
2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta. Nuha Medika. Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A
pada Ibu Nifas.
Depkes RI,
2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia.
Trans Info Medika, Jakarta.
Pratiwi*,
Yunita Satya. 2013. “Kekurangan Vitamin a (Kva) Dan Infeksi.” Kesehatan
3(2): 7.
Zulkifli, Andi, and M Kes. 2007. “Masalah Akibat.”
0 Komentar