1. Pengukuran Kepuasan Kerja
Menggunakan Rating Scale
Rating scale merupakan salah satu
cara mengukur kepuasan kerja yang sering digunakan oleh sebagian besar
perusahaan. Cara pengukuruan kepuasan kerja jenis ini bisa dilakukan dengan dua
cara pengukuran yaitu minesota satisfaction questionare dan questionare, dan
job descriptive index Minesota satisfaction questionare merupakan instrumen
pengukur kepuasan kerja yang memuat secara detail hal-hal apa saja yang bisa
dimasukkan ke dalam kategori unsur kepuasan kerja dan unsur ketidakpuasan
kerja.
Rating scale jenis ini dapat
mengukur berbagai macam elemen pekerjaan yang dinilai mampu menggambarkan
tingkat kepuasan karyawan, dari mulai elemen pekerjaan yang memiliki nilai
sangat memuaskan hingga elemen pekerjaan yang memiliki nilai sangat tidak
memuaskan. Setiap karyawan akan diminta memeberikan jawaban yang sesuai dengan
jenis pekerjaan yang sedang ia lakukan saat ini
Sedangkan cara pengukuran
kepuasan kerja karyawan dengan menggunakan job descriptive index merupakan cara
pengukuran kepuasan kerja yang akan memberikan gambaran mengenai sikap karyawan
terhadap elemen-elemen pekerjaan yang ia jalani. Variable yang menjadi tolak
ukurnya adalah pekerjaan itu sendiri, upah atau gaji yang didapatkan, peluang
untuk mendapatkan promosi, supervisi, dan rekan kerja.
CONTOH:
2. Pengukuran Kepuasan Kerja
Menggunakan Critical Incidents
Critical incidents merupakan
istrumen pengukur kepuasan kerja karyawan dengan mengajukan beberapa pertanyaan
pada para karyawan mengenai berbagai macam faktor yang dapat membuat mereka
merasa puas atau tidak puas.
Demikianlah indikator dan cara
mengukur kepuasan kerja karyawan yang mungkin bermanfaat untuk anda. Perusahaan
yang baik tentunya harus memerhatikan kesejahteraan para karyawannya, oleh
karena itu perlu dilakukan pengukuran kepuasan kerja untuk mengetahui tingkat
kepuasan yang dirasakan oleh para karyawan selama bekerja. Dengan begitu
perusahaan bisa memperbaiki serta meningkatkan berbagai macam aspek yang
memengaruhi kepuasan kerja karyawan tersebut.
Individu menjelaskan kejadian yang
menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak
memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari.
Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi
pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau
sebaliknya.
3. Pengukuran Kepuasan Kerja
Menggunakan Interviews
Interviews merupakan cara
mengukur kepuasan kerja karyawan dengan proses wawancara kepada karyawan yang
dilakukan secara personal. Metode ini dinilai ampuh dalam mengetahui secara mendalam
tentang sikap karyawan terhadap berbagai macam elemen yang terdapat di dalam
pekerjaannya. Dengan melakukan wawancara tatap
muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat
mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
Interview
merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap
muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap mereka,
sering mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner yang
sangat terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada
pekerja dan mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan dengan
sikap dapat dipelajari.
Metode ini untuk mengukur
kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara atau interview yang dilakukan
terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui
secara mendalam dan terperinci mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap
berbagai aspek pekrjaan yang saling berkaitan.
CONTOH:
4.
Pengukuran Job Descriptive Index (JDI)
yaitu pengukuran standar terhadap kepuasan kerja seperti yang terkutip
pada Riggio (1992), ” The job Descriptive Index is a self-report job
satisfaction rating scale measuring five job facet: the job itself,
supervision, pay, promotion and co-workers”. Pernyataan
di atas menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi pekerjaan yang menggambarkan
elemen-elemen utama dari pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang, yaitu:
pekerjaan itu sendiri, supervisi, pemberian upah, promosi dan mitra kerja.
Secara lebih terperinci kelima dimensi di atas dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Pekerjaan itu sendiri (job itself)
Dari
studi-studi tentang karakteristik pekerjaan, diketahui bahwa sifat dari
pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Hackman and
Lawyer tahun 1975 seperti yang di terjemahkan oleh Muh Shobarudin (1992), yaitu
“Kepuasan kerja akan tercapai jika ada kesesuaian antara keinginan dari para
pekerja dan dimensi inti pekerjaan (five core job dimensions) yang
terdiri dari ragam ketrampilan, identitas pekerjaan, keberartian pekerjaan,
otonomi dan umpan balik.” Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup
sejumlah aspek materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
seseorang. Adapun kaitan dari masing-masing dimensi tersebut dengan kepuasan
kerja dijelaskan bahwa dengan semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan
yang dilakukan, seseorang akan merasa pekerjaannya makin berarti, karena
pekerjaan yang sama sederhana dan berulang menyebabkan karyawan menjadi bosan.
b. Supervisi (supervision)
Menurut
Halsey (1983) Supervisi adalah “memilih orang-orang yang tepat untuk tiap-tiap
pekerjaan, menimbulkan minat tiap-tiap orang terhadap pekerjaan dan mengajarkan
bagaimana harus melakukan pekerjaannya, mengukur dan menilai hasil kerjanya,
mengadakan koreksi-koreksi bilamana perlu dan memindahkan orang kepada
pekerjaannya yang lebih sesuai atau memberhentikan mereka yang ternyata tidak
dapat bekerja dengan baik, memberi pujian dan penghargaan atas kerja yang baik
dan akhirnya menyelaraskan setiap orang kedalam suatu kerja sama yang erat
dengan teman-teman kerjanya” Dari pendapat Hasley, dapat disimpulkan bahwa
supervisi adalah suatu usaha untuk memimpin dengan mengarahkan orang lain
sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik, serta memberikan hasil yang
maksimum.
c. Imbalan (pay)
Merupakan
salah satu faktor yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi kerja,
memotivasi, dan kepuasan kerja. Adapun pengertian imbalan menurut Hadi Poerwoto
seperti yang ditulis oleh Heijrachman (1990) adalah, “jumlah keseluruhan
pengganti jasa yang telah dilakukan oleh tenaga kerja yang meliputi gaji / upah
pokok dan tunjangan sosial lainnya”. Pada beberapa studi yang telah dilakukan
diketahui bahwa imbalan merupakan karakteristik pekerjaan yang menjadi ukuran
ada tidaknya kepuasan kerja, dimana penyebab utamanya adalah ketidakadilan
dalam pemberian imbalan tersebut. Ada 2 macam imbalan yaitu:
·
Imbalan intrinsik, yaitu imbalan yang diperoleh karena adanya
pengakuan dan penghargaan.
·
Imbalan ekstrinsik, yaitu imbalan yang diperoleh karena
adanya promosi, upah dan gaji.
d. Kesempatan promosi (promotion)
Kesempatan
untuk maju didalam organisasi disebut dengan promosi atau kenaikan jabatan.
Menurut Flippo (1984), ”a career can be defined a sequence of separate but
related work activities that provides continuity, order and meaning in person’s
life” Hal ini memiliki nilai karena merupakan bukti pengakuan yang
lain terhadap prestasi kerja yang dicapai. Seseorang yang dipromosikan umumnya
dianggap prestasinya adalah baik, di samping pertimbangan lain. Promosi
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, lebih bertanggung jawab dan
meningkatkan status sosial. Oleh karena itu individu yang merasakan adanya
ketetapan promosi merupakan salah satu kepuasan dari pekerjaannya.
e. Suasana tempat kerja (co-workers)
Kartono
(1985) mengatakan bahwa “perasaan puas oleh bawahan akan diperoleh apabila
bawahan merasa dihargai oleh atasannya, dilibatkan dalam pemecahan suatu
masalah serta mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.” Hal ini
berarti pekerjaan seringkali memberikan kepuasan kebutuhan sosial, tidak hanya
dalam arti persahabatan saja tetapi juga dari segi yang lain seperti kebutuhan
untuk dihormati, berprestasi dan berafiliasi, karena manusia adalah mahluk
sosial.
Pada dasarnya
seorang karyawan menginginkan adanya perhatian dari atasan maupun dari rekan
kerjanya serta lingkungan kerja yang mendukungnya.
Kepuasan kerja
merupakan sikap positif yang menyangkut penyesuaian guru terhadap faktor-faktor
yang, mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kerja, meliputi:
·
Faktor kepuasan
finansial, yaitu terpenuhinya keinginan guru terhadap kebutuhan finansial yang
diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja
bagi guru dapat terpenuhi. Hal ini meliputi; sistem dan besarnya gaji, jaminan
sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi (As’ad,
1987:118),
·
Faktor kepuasan
fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik guru. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja
dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan/suhu, penerangan, pertukaran
udara, kondisi kesehatan guru dan umur (As’ad, 1987:117),
·
Faktor kepuasan
sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara
sesama guru, dengan atasannya maupun guru yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal
ini meliputi rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta
pengarahan dan perintah yang wajar (Husnan, 1986:194),
·
Faktor Kepuasan
Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan guru. Hal ini
meliputi; minat, ketenteraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan
keterampilan (As’ad,1987:117).
SUMBER
Riggio,
Ronald E., Introduction to Industrial / Organizational Psychology, Second
Edition, Harper Collins College Publisher, 1996.
Shobaruddin, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, Cetakan pertama, P.T. Bina Aksara, Jakarta 1988.
Heijdrachman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi empat, BPPFE, Yogyakarta, 1992.
Flippo, Edwin, B., Personnel Mnagement, Sixth Edition, McGraw-Hill International Edition, New York, 1984.
Kartono, Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan dan Industri, C.V. Rajawali, Jakarta, 1985.
Shobaruddin, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, Cetakan pertama, P.T. Bina Aksara, Jakarta 1988.
Heijdrachman dan Suad Husnan, Manajemen Personalia, Edisi empat, BPPFE, Yogyakarta, 1992.
Flippo, Edwin, B., Personnel Mnagement, Sixth Edition, McGraw-Hill International Edition, New York, 1984.
Kartono, Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan dan Industri, C.V. Rajawali, Jakarta, 1985.
0 Komentar