MAKALAH
EPIDEMOLOGI PENYAKIT MENULAR
Neglected Disease (Frambusia)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termaksud
penyakit menular venerik, yang disebabkan oleh Treponema palidum subs. pertinue dengan gejala utama
pada kulit dan tulang.
Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan
kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari
kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah
terpencil yang sulit dijangkau.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab
ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang
didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien,
penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga
mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi
frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka
merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 -10 tahun, 10% dari pasien yang tidak
menerima pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi
tulang rawan, kulit, serta jaringan halus yang akan mengakibatkan disabilitas
yang melumpuhkan serta stigma sosial.
Beban penyakit Selama periode 1990an, frambusia merupakan
permasalahan kesehatan masyarakat yang terdapat hanya di tiga negara di Asia
Tenggara, yaitu India, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang gencar
dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit
ini sejak tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan terdapat di 49
distrik di 10 negara bagian dan pada umumnya didapati pada suku-suku didalam
masyarakat. India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia
dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India
bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero
positive cases among < 5 children.
Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari
30 provinsi 95% dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya
dilaporkan dari empat provinsi, yaitu : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara,
Papua dan Maluku. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat
tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan
sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan perhatian
yang lebih besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan
memperkuat program ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa yang di maksud dengan frambusia?
2. Bagaimana epidemiologi dari penyakit frambusia?
3. Bagaimana riwayat alamiah frambusia?
4. Bagaimana rantai penularan frambusia
5. Bagaimana upaya pencegahan dan pengawasan frambusia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian frambusia
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit frambusi
3. Untuk mengetahui riwayat alamiah frambusia
4. Untuk mengetahui rantai penularan frambusia
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengawasan frambusia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Frambusia
Penyakit
framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam
bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam
bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena
penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking
populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora
Patheken”. Framboesia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk,
kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang
penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini
merupakan hal biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita.
Frambusia
adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termaksud penyakit menular
venerik, yang disebabkan oleh Treponema
palidum subs. pertinue dengan gejala utama pada kulit dan tulang. Penyakit frambusia ini hanya ada di daerah yang beriklim tropis
yang memiliki kelembaban tinggi dan juga terdapat pada masyarakat yang memiliki
sosio-ekonomi rendah.
2.2 Epidemiologi Frambusia
Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah
dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an
dan 1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia
mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan
penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia,
India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New
Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun
1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara
dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000
penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi pencapaian target secara
nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per
100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia
Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong
frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten
di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun
2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan
untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi
Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor
host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam
faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan
perilaku perorangan.
1. Agent
Penyebab penyakit frambusia adalahTreponema pallidum, subspesies
pertenue dari spirochaeta. Framboesia
berdasarkan karakteristik Agen :
a.
Infektivitas dibuktikan dengan
kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
b.
Patogenesitas dibuktikan dengan
perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang
tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c.
Virulensi penyakit ini bisa
bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit,
otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus
frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan
kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
d.
Toksisitas yaitu dibuktikan dengan
kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
e.
Invasitas dibuktikan dengan dapat
menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
f.
Antigenisitas yaitu sebelum
menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang
penjamu.
2. Host
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang
tertular penyakit ini. Ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih
sering pada laki-laki.
3. Environment
a.
Lingkungan Fisik:
Di daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah
endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO
(2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia
yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
b.
Lingkungan social ekonomi:
Kepadatan penduduk, kurangnya persediaan air bersih, dan keadaan
sanitasi serta kebersihan yang buruk, baik perorangan maupun pemukiman. Kurangnya
fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit
penderita penyakit Framboesia. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini
masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa
dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.
2.3 Riwayat Alamiah Frambusia
Riwayat
alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis
atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara
natural.
- Manfaat mempelajari riwayat alamiah perjalanan penyakit :
Untuk
diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan jenis penyakit,
misal dalam KLB (Kejadian Luar Biasa)
Untuk
Pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah
dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.
Untuk
terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan
awal penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi, lebih awal
terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan.
- Tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit :
1.
Tahap Pre-Patogenesa
Pada
tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi
interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di
luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum
ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat
dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
2.
Tahap Patogenesa
a.
Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh
pejamu, tetapi gejala- gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit
mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu
penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk
dan fungsi tubuh. Pada suatu saat penyakit makin bertambah hebat, sehingga
timbul gejalanya. Garis yang membatasi antara tampak dan tidak tampaknya gejala
penyakit disebut dengan horison klinik.
b.
Tahap Penyakit Dini
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala
penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan.
Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu
sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak
memerlukan perawatan, karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam
kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena
tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah
lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat datang
berobat sering talah terlambat.
3.
Tahap Penyakit Lanjut
Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap
penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan
pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.
4.
Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
a.
Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara
sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum
menderita penyakit.
b.
Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan
penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena
ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya
berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat mikroskopik,
cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial.
c.
Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti,
karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu
masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika daya tahan
tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak hanya
membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena
dapat menjadi sumber penularan.
d.
Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala
penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak
bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak menggembirakan, karena
pada dasarnya pejamu tetap berada dalam keadaan sakit.
e.
Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan
karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini
bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada
kulit berupa kutil (papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi
ini tidak sakit dan bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang khas berbentuk buah frambus
(raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari penyakit ini
berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan akan
mengakibatkan disabilitas dimana sekitar 10-20 persen dari penderita yang tidak
diobati akan cacat seumur hidup dan menimbulkan stigma social, yang tentunya
akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
2.4 Rantai Penularan Frambusi.
Prinsipnya berdasarkan kontak
langsung dengan eksudat pada lesi awal dari kulit orang yang terkena infeksi.
Penularan tidak langsung melalui kontaminasi akibat menggaruk, barang-barang
yang kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang hinggap pada luka
terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga mempengaruhi morfologi,
distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.
Cara Penularan Frambusia
Penularan penyakit frambusia
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes,2005), yaitu :
a.
Penularan secara langsung (direct
contact).
Penularan penyakit frambusia
banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat
terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang
terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang
ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi
dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput
lendir.
b.
Penularan secara tidak langsung
(indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung
mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini
sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan
kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas
itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue
dapat mengalami 2 kemungkinan:
1.
Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema
pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan
menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika
Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya
dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
2.
Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema
pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian
mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat
terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen
dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan
terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005). Penularan penyakit frambusia pada
umumnya terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak langsung
sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).
a.
Masa Inkubasi: Dari 2 hingga 3
minggu
b.
Masa Penularan:
Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang muncul secara
intermiten selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri penyebab infeksi
biasanya sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium akhir.
c.
Kerentanan dan Kekebalan: Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya kekebalan
pada ras tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap reinfeksi
dan dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman golongan
treponema lain yang patogen.
2.5 Upaya Pencegahan dan Pengawasan
Frambusia
a.
Upaya pencegahan frambusia
1.
Jagalah kebersihan diri dengan mandi pakai sabun setiap hari
2.
Cuci pakaian setiap habis dipakai dan tidak bergantian dengan
pakaian bekas dipakai penderita
3.
Hindari kontak langsung dengan luka penderita
4.
Segera obati jika ditemukan penderita
5.
Semua orang yang pernah kontak dengan penderita tidak boleh
terlewatkan untuk mendapatkan pertolongan.
6.
Pengawasan frambusi
b.
Pengawasan penderita, kontak dan
lingkungan sekitarnya;
1.
Laporan kepada instansi kesehatan
yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai
penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan
penyakit) membedakan treponematosis venereal dan non venereal dengan memberikan
laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan
dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting
untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2.
Isolasi: Tidak perlu; hindari
kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai luka sembuh.
3.
Disinfeksi serentak: bersihkan
barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan buanglah discharge
sesuai dengan prosedur.
4.
Karantina: Tidak perlu
5.
Imunisasi terhadap kontak: Tidak
perlu
6.
Investigasi terhadap kontak dan
sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita harus diberikan
pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan sebagai
penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua penderita
dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan
sumber infeksi.
7.
Pengobatan spesifik: Penisilin,
untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak,
diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta
unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Frambusia merupakan
penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies
pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui
kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema
pertenue, adalah penyakit menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya
menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit frambusia
ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil (papiloma) pada
muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Pada awalnya, koreng yang penuh dengan
organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui
luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan.
Penularan penyakit
frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya
infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan yaitu Infeksi effective dan Infeksi ineffective. Terdapat 3 stadium
Frambusia yang dikenal, yakni : Stadium Primer, Stadium Sekunder, dan Stadium
Tersier.
Pencegahan dan
Pemberantasan penyakit Frambusia dapat dilakukan dengan cara yaitu : Upaya
Pencegahan; Pengawasan Penderita, Kontak, dan Lingkungan Sekitarnya; dan Upaya Penanggulangan
Wabah.
3.2 Saran
Saran kami sangat
mengharapkan agara makalah ini menjadi acuan dalam mempelajari tentang Neglected
Disease (Frambusia) dan kami berharap makalah ini tidak hanya berguna bagi
penulis tapi berguna juga bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
0 Komentar