1. Pengertian KVA
Kekurangan
Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya asupan
vitamin A yang
ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan
melemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan sangat rendahnya
konsumsi vitamin A. Kekurangan vitamin A merupakan suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam
tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah
kurang dari 20µg/dl (Bina,
Masyarakat, & Kesehatan, 2009)
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan
kelainan pada sel-sel epitel termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata.
Kelainan tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga
kelenjartidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan
pada mata, disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi
yang disebut bercak Bitot (Bitot Spot) (Ri, et al., 2003)
2.
Penyebab masalah
KVA
Masalah gizi dapat disebabkan oleh asupan
makronutrien dan mikronutrien yang tidak sesuai kebutuhan.5 Mikronutrien
berperan sebagai koenzim atau bagian dari enzim pada beberapa tahap reaksi
metabolisme energi, pertumbuhan, dan pertahanan tubuh.6 Vitamin A dan seng
merupakan mikronutrien yang esensial terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
serta pertahanan tubuh terhadap infeksi (Tahun, 2015)
Masalah
kekurangan vitamin A masih merupakan salah satu permasalahan gizi masyarakat di
Indonesia. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya
tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi yang dapat menimbulkan kematian.
KVA lebih banyak diderita oleh kalangan anak-anak. Hal ini disebabkan karena
mereka memiliki kebutuhan vitamin A yang tinggi akibat dari peningkatan
pertumbuhan fisik dan asupan makanan yang rendah (Leuwiliang & Bogor, 2014)
Penyebab
terjadinya KVA adalah Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama, Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif, Adanya
gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit
antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan
lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat dan Adanya kerusakan hati,
seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan
RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan
vitamin A (Ri et al., 2003)
Adanya
krisis ekonomi yang melanda Indonesia mengakibatkan masalah KVA. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 %
AKG) yang berkepanjangan akan
menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana
keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup (Ri et al., 2003)
3. Prevalensi dan indikator KVA
a.
Prevalensi KVA
Angka prevalensi
kejadian kurang vitamin A di beberapa daerah di Indonesia menurut (Fakultas, Kesehatan, & Jember, 2013) adalah sebagai berikut :
1. Survei nasional
pada xeroftalmia I tahun 1978 menunjukkan angkaangka xeroftalmia di Indonesia
sebesar 1,34% atau sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dari ambang batas yang
ditetapkan oleh WHO (X16 < 0,5%).
2. Pada tahun 1992
survei nasional pada xeroftalmia II dilaksanakan, prevalensi KVA mampu
diturunkan secara berarti dari 1,34% menjadi 0,33%. Namun secara subklinis,
prevalensi KVA terutama pada kadar serum retinol dalam darah (< 20 mcg/100 ml) pada balita sebesar 50%,
ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya
xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang
penyakit infeksi (Azwar, 2004). Akibatnya menjadi sangat tergantung dengan kapsul
vitamin A dosis tinggi.
3. Menurut hasil
survey pemantauan status gizi dan kesehatan tahun 1998-2002, yang menunjukkan
bahwa sampai tahun 2002, sekitar 10 juta (50%) anak Indonesia terancam
kekurangan vitamin A, karena tidak mengkonsumsi makanan mengandung vitamin A
secara cukup.
4. Defisiensi
vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar
250.000500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena
kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika.
Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa
inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa
strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan
makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan
mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara
karena kekurangan vitamin A telah dihindari (Anonim, 2011).
5. Sementara itu
pada Mei 2003 berdasarkan data WHO ditemukan bahwa hingga kini masih ditemukan
3 propinsi yang paling banyak kekurangan vitamin A yaitu : Propinsi Sulawesi
Selatan tingkat prevalensi hingga 2,9%, propinsi Maluku 0,8% dan Sulawesi Utara
sebesar 0,6%.
b. Indikator KVA
Indikator kekurangan vitamin A menurut
(merryana 2014), penilaian status vitamin A menggunakan dua indikator, yaitu
indikator biologis dan indikator ekologis
a. Indikator
biologis
Indikator ini digunakan untuk menilai
perbedaan tingkat KVA (Kekurangan Vitamin A) subklinis pada anak usia 6-71
bulan. Prevalensi dibawah cut-off point dapat digunakan sebagai indicator
adanya masalah kesehatan masyarakat dan dapat diketahui tingkatan atau level
keparahannya
b.
Indikator
ekologis
Indikator
ekologis erat kaitannya dengan indikator biologis dalam menilai resiko
terjadinya KVA dimasyarakat
4.
Cut off point masalah KVA, host (populasi rentan), agent
(determinan)
Terdapat variasi cut-off point yang
lebar yang setara dengan serum retinol <20 μg/dL. Studi di Indonesia19 pada
anak umur 3-6 tahun dengan cut-off point <0,69 μmol/L (Se=75, Sp=63),
sedangkan studi di Kepulauan Marshall20 pada anak umur 1-5 tahun dengan cut-off
point <0,77 μmol/L (Se=96, Sp=88). Penelitian pada ibu hamil di Malawi21
mendapatkan cut-off point 1,00 μmol/L (Se=88, Sp=95) dan penelitian di
Indonesia22 pada ibu menyusui mendapatkan cut-off point <1,29 μmol/L
(Se=72, Sp=70). Penelitian di Kenya23 pada wanita umur 16-45 tahun menunjukkan
koefiesien korelasi yang tinggi (r = 0,88) dengan cut-off point <0,77
μmol/L (Se=91, Sp=94).
Walaupun dengan nilai cut-off point dengan
sebaran berbeda tetapi dengan nilai Se dan Sp yang cukup tinggi menunjukkan
hubungan yang erat antara serum retinol dan RBP. Perbedaan cut-off point tersebut
karena perbedaan tingkat kejenuhan (saturasi) RBP. Ada dua jenis RBP yaitu
holo-RBP dan apo-RBP. Holo-RBP adalah RBP yang mengikat retinol sedangkan
apo-RBP adalah RBP yang tidak sedang mengikat retinol. Semakin tinggi holo-RBP
semakin tinggi tingkat kejenuhan RBP.9 Tingkat kejenuhan RBP ini bervariasi di
setiap masyarakat sehingga cut-off point dari beberapa penelitian
tersebut juga berbeda
1. Host pada KVA
Menurut (Zulkifli &
Kes, 2007),
host pada KVA yaitu:
a. Kelompok umur yang terutama mudah mengalami
kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak
balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).
b. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB <
2,5 kg).
c. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan
tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun.
d. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik
kualitas maupun kuantitas.
e. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM)
dalam KMS.
f. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak,
diare, Tuberkulosis (TBC), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia
dan kecacingan.
g. Frekuensi kunjungan ke posyandu,
puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan
imunisasi).
Defisiensi vitamin A primer disebabkan oleh kekurangan vitamin tersebut,
sedangkan defisiensi sekunder karena absorpsi dan utilisasinya yang terhambat (Zulkifli &
Kes, 2007).
Agent disebabkan oleh unsur nutrisi
dimana bahan makanan atau asupan yang tidak memenuhi standar gizi yang
ditentukan (Zulkifli & Kes, 2007).
5.
Pencegahan dan
penanggulangan KVA
Menurut (Ri et al.,
2003),
pencegahan dan penanggulangan Kekurangan vitamin A yaitu:
a. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
b. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi
dan anak secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan
Februari atau Agustus (100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam bulan
sekali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.
c. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
d. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
e. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan
konsumsi vitamin A / provitamin A secara terus menerus.
f.
Memberikan ASI
Eksklusif 8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
g. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi
DAFTAR PUSTAKA
Bina, D., Masyarakat, G., & Kesehatan, D. (2009). Panduan
manajemen suplementasi vitamin a.
Fakultas, P., Kesehatan, I., & Jember, U. M. (2013).
KEKURANGAN VITAMIN A (KVA) DAN INFEKSI Yunita Satya Pratiwi*, 3(2).
Leuwiliang, D. I. K., & Bogor, K. (2014). ASUPAN VITAMIN
A , STATUS VITAMIN A , DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR, 9(63),
109–116.
Ri, D. K., Jenderal, D., Kesehatan, B., & Masyarakat, D.
G. (2003). deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia.
Tahun, A. U. (2015). of Nutrition , Volume Nomor Tahun 2015 ,
Halaman 323-328 of Nutrition College , College Volume Online di :
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc, 4, 323–328.
Zulkifli, A., & Kes, M. (2007b). Masalah gizi akibat
kekurangan vitamin A.
Merryani dkk.
2014, Peran Mikro Zinc pada Pertumbuhan
Balita, Gizi dan Kesehatan Balita, Kencana, Jakarta.
0 Komentar