Penyebab ebola



A.     Epidemiologi Penyakit Berdasarkan Orang, Tempat Dan Waktu
Virus Ebola masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung dari darah, sekret tubuh, organ atau cairan tubuh lainnya dari individu yang terinfeksi. Di Afrika, pada upacara kremasi dari penderita yang terinfeksi virus Ebola yang kemudian terkontak dengan individu yang sehat bisa menyebabkan terjadinya penularan virus ini. Transmisi virus dari hewan ke manusia juga dapat terjadi saat manusia berkontak dengan jaringan dan cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi. Proteksi terhadap tenaga kesehatan yang menangani penderita Ebola juga sangat penting. Walaupun virus Ebola tidak ditularkan melalui udara, penularan lewat droplet bisa terjadi di laboratorium.
B.  Riwayat Alamiah
Patogenesis Efek akhir dari infeksi virus Ebola ialah syok yang disebabkan oleh beberapa proses yang memengaruhi satu sama lainnya, yaitu: replikasi virus sistemik, supresi sistem imun, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan koagulopati (Gambar 1). Infeksi pada sel target utama seperti monosit/makrofag dan sel dendritik menghasilkan penyebaran sistemik dari virus dan aktivasi diferensiasi sel. Monosit/makrofag yang teraktivasi akan menghasilkan sitokin proinflamasi dan tissue factors, sedangkan aktivasi sel dendritik yang terganggu menyebabkan rendahnya perlindungan respon imun. Meskipun virus tidak menginvasi limfosit dan sel natural killer (NK), apostosis ekstensif dari sel-sel sekitarnya dapat terjadi. Sel endotelial kemudian diaktivasi oleh sitokin proinflamasi dan partikel virus yang menyebabkan permeabilitas meningkat. Tissue factors yang dihasilkan oleh monosit/makrofag menginduksi koagulopati dan juga dapat meningkatkan inflamasi.5 Gejala dan tanda klinis Onset penyakit ini setelah terjadi inkubasi ialah 2-21 hari. Gejala klinis dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu:
1.      Fase A: Influenza like syndrome. Terjadi gejala atau tanda nonspesifik seperti panas tinggi, sakit kepala, artralgia, mialgia, nyeri tenggorokan, lemah badan, dan malaise.
2.      Fase B: Bersifat akut (hari ke 1-6). Terjadi demam persisten yang tidak berespon terhadap obat anti malaria atau antibiotik, sakit kepala, lemah badan yang terus menerus, dan diikuti oleh diare, nyeri perut, anoreksia, dan muntah.
3.      Fase C: Pseudo-remisi (hari ke 7-8). Selama periode ini penderita merasa sehat dengan konsumsi makanan yang baik. Sebagian penderita dapat sembuh dalam periode ini dan selamat dari penyakit.
4.      Fase D: Terjadi agregasi (hari ke 9). Pada beberapa kasus terjadi penurunan kondisi kesehatan yang drastis diikuti oleh gangguan respirasi; dapat terjadi gangguan hemostasis berupa perdarahan pada kulit (petekia) serta gangguan neuropsikiatrik seperti delirium, koma, gangguan kardiovaskular, dan syok hipovolemik.

Posting Komentar

0 Komentar